Pengaruh pasang surut terhadap pola migrasi, agregasi dan komposisi jenis moluska

Pada kesempatan kali ini penulis akan memaparkan beberapa aspek bio-ekologi moluska terkait pasang surut. Tulisan ini merupakan kelanjutan dari postingan sebelumnya tentang strategi adaptasi moluska terhadap kondisi pasang surut. Pengaruh pasang surut terhadap moluska sebenarnya sangat banyak, namun kali ini dibatasi hanya pada pola migrasi, agregasi dan komposisi jenis.

Pola migrasi

Beberapa moluska intertidal terutama gastropoda menunjukkan adanya migrasi vertikal terkait fluktuasi harian pasang surut. Penelitian Vannini et al. (2006) mengenai migrasi vertikal gastropoda Cerithidea decollata pada area mangrove menunjukkan bahwa pola migrasi tersebut terkait beberapa hal meliputi: a) siklus tinggi rendahnya pasang surut; b)  siklus siang dan malam; c) siklus pasang purnama dan perbani; dan d) pola yang dipengaruhi oleh zonasi pada area yang lebih luas dimana moluska tersebut berkoloni. Migrasi vertikal ditunjukkan dengan berpindahnya C. decollata ke batang mangrove dengan frekuensi yang lebih intens terjadi saat pasang tinggi.

freq

Frekuensi C. decollata di batang mangrove pada waktu dan kondisi pasang surut yang berbeda (Sumber: Vanini et al., 2006)

Gambar di atas menunjukkan pola migrasi C. decollata dengan frekuensi yang bervariasi tergantung pada kondisi pasang surut dan jam pengamatan. Nilai frekuensi tinggi terdapat pada saat pasang purnama pagi dan malam hari, sedangkan pada siang hari, nilai frekuensinya rendah. Pada kondisi pasang perbani, nilai frekuensi cenderung lebih kecil. Menurut Vannini et al. (2006) secara umum C. decollata naik ke batang saat kondisi air pasang tinggi, kemudian akan bergerak perlahan-lahan pada lumpur ketika air mulai surut. Meskipun demikian, ada beberapa individu yang memiliki pola tak beraturan seperti merayap pada lumpur meskipun dalam kondisi air naik namun hal itu tidak berlangsung lama. Menurut Reid dalam Vannini et al. (2006) jenis littorinid juga dikenal memiliki pola migrasi vertikal misalnya pada rumput Spartina maupun pada batang dan daun mangrove. Pola migrasi vertikal pada kondisi air naik juga dimungkinkan merupakan suatu upaya untuk menghindari predator seperti halnya yang terjadi pada jenis littorinid di atas. Migrasi terkait adanya fluktuasi pasang surut juga terlihat pada jenis limpet. Menurut Hobday (1995) ada kecenderungan limpet berpindah turun ke bawah ketika kondisi surut yang bertujuan untuk mempertahankan kelembaban dan menghindari pengeringan.

Agregrasi & komposisi jenis

Chapman & Underwood (1996) telah melakukan penelitian tentang pola agregasi (berkoloni atau berkumpulnya suatu biota ke suatu area tertentu) Littorina unifasciata pada pantai dengan elevasi yang tinggi. Proses pengumpulan dan penyebaran L. unifasciata terjadi sebagai respon adanya pengeringan dan kondisi basah pada substrat akibat pasang surut maupun karena cuaca. Pengumpulan akan lebih banyak terjadi ketika substrat kering dengan asumsi bahwa pada kondisi tersebut akan semakin kering ketika terjadi surut rendah pada tengah hari. Contoh serupa terjadi pada jenis Austrolittorina unifasciata saat terjadi pengeringan.

litt

Agregasi Austrolittorina unifasciata saat terjadi pengeringan (Sumber: http://www.ausmarinverts.net/Austrolittorina_unifasciata.html)

Chapman & Underwood (1996) menyatakan bahwa sebenarnya hasil analisis varian menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terkait pola agregasi di setiap stasiun dan pada hari yang berbeda. Meskipun demikian, ada dua kecenderungan yang ditunjukkan yakni kurangnya agregasi L. unifasciata pada ketinggian 0,3 meter di hari yang sama pada lokasi yang berbeda, serta adanya hubungan negatif masing-masing nilai indeks Pielou dari tiap stasiun dengan ketinggian air saat surut rendah. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa gastropoda tersebut akan lebih mengumpul ketika ketinggian airnya lebih rendah pada saat surut, terutama menjelang pagi dan sore hari.

Pasang surut juga diketahui berpengaruh terhadap komposisi jenis moluska dan organisme lainnya yang ada di area tersebut. French et al. (2004) dalam penelitiannya di area pasang surut New South Wales, Australia menunjukkan hasil bahwa komposisi invertebrata memiliki perbedaan densitas yang signifikan terkait level pasang surut. Variasi kekayaan jenis antara level pasang surut tinggi dan rendah juga menunjukkan hubungan yang signifikan. Invertebrata yang banyak ditemukan meliputi jenis bivalvia Soletellina alba, kepiting Mictris sp. dan polychaeta Nephtys australiensis. Bila dilihat dari perbedaan taksonomi tiap lokasi maka polychaeta menunjukkan kelimpahan tertinggi pada saat surut. Kelompok krustasea menunjukkan kelimpahan yang tidak signifikan, sedangkan moluska memiliki nilai kelimpahan yang bervariasi pada tiap lokasi.

mor

Resiko kematian relatif L. littorea pada ketinggian pasang surut yang berbeda (Sumber: Perez et al. 2009)

Perez et al. (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa gastropoda jenis Littorina littorea memiliki kelimpahan yang berbeda sesuai dengan ketinggian air saat pasang surut, di mana kelimpahan tertinggi terdapat pada ketinggian 0 meter di zona intertidal. Kelimpahan ini dikaitkan pula dengan hadirnya predator L. littorea yaitu kepiting jenis Carcinus maenas and Cancer borealis dan hewan jenis lainnya yang ada pada zona intertidal maupun subtidal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko kematian L. littorea akan lebih besar ketika gastropoda tersebut terendam di dalam perairan.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pasang surut memiliki pengaruh yang signifikan bagi moluska, bahkan bisa menjadi pembatas kehidupannya. Faktor lain tentunya perlu dipelajari agar menghasilkan pemahaman yang komperehensif mengenai biologi moluska kaitannya dengan kondisi lingkungan yang ada.

Tulisan lengkap mengenai bio-ekologi moluska terkait pasang surut dapat dilihat di sini.

Referensi

  • Chapman, M. G. & A. J. Underwood. 1996. Influences of tidal conditions, temperature and desiccation on patterns of aggregation of the high-shore periwinkle Littorina unifasciata in New South Wales, Australia. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 196:213 – 237
  • French, K., S. Robertson & M.A. O’Donnell. 2004. Differences in invertebrate infaunal assemblages of constructed and natural tidal flats in New South Wales, Australia. Estuarine, Coastal and Shelf Science 61 (1):173 – 183
  • Hobday, A. 1995. Body-size variation exhibited by an intertidal limpet: Influence of wave exposure, tidal height and migratory behavior. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 189:29 – 45
  • Perez, K. O., R. L. Carlson, M. J. Shulman & J. C. Ellis. 2009. Why are intertidal snails rare in the subtidal? Predation, growth and the vertical distribution of Littorina littorea (L.) in the Gulf of Maine. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 369:79 – 86
  • Vannini, M., R. Rorandelli, O. Lahteenoja, E. Mrabu & S. Fratini. 2006. Tree-climbing behaviour of Cerithidea decollata, a western Indian Ocean mangrove gastropod (Mollusca: Potamididae). J. Mar. Biol. Ass. U.K. 86:1429 – 1436

~muhammad masrur islami~

Leave a comment